Arsip | Oktober, 2008

Eksekusi Mati

29 Okt

Malam ini aku hanya bisa tersenyum. DI layar kaca televisi, seorang pria berkemeja cokelat (sungguh aku tak mengenalnya), sudah memastikan jadwal eksekusi mati untukku. Hm, berani sekali pria itu menentukan jadwal untuk kematianku. Sejak kapan dia diangkat menjadi Tuhan, sehingga berani menentukan jadwal kematian yang sebetulnya menjadi prerogatif Tuhan. Hm, untung saja ia berada jauh di sana. Andai saja dia dekat, mungkin sudah kucekik lehernya. Mungkin terasa nikmat, mencekik orang yang congkak yang hendak merebut kekuasaan Tuhan seperti pria itu.

“Kau sudah mendengarnya?” Bewok mempertanyakan. Bewok juga terhukum mati. Tapi nasibnya masih terkatung-katung. Lelaki yang dituduh sebagai pembunuh berencana terhadap lima orang jawara di Banten tersebut sampai sekarang belum ada kepastian tentang eksekusinya. PAdahal dia sudah 13 tahun dipenjara.

Aku menggukkan kepala.

“Kamu takut?” Tanyanya lagi, sambil menselonjorkan kakinya di lantai penjara yang sepi.

“Haha… sejak kapan aku takut dengan kematian. Aku sudah siap. Sebelum hakim memutuskan hukuman mati untukku, aku sudah siap dengan kematian. Kematian sudah menjadi hak kita yang tak mungkin kita lewatkan.”

Aha, kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku sampai dihukum mati. Maaf, aku tak akan menceritakannya. Semuanya sudah aku jelaskan di pengadilan. Yang pasti aku bukan pelaku pembunuhan berencana dengan korban dimutilasi atau dengan modus sadis lainnya, seperti yang ditayangkan televisi. Jangankan untuk membunuh orang, liat darah ayam dipotong saja, tubuhku sudah gemetaran.

Aku juga tak termasuk dalam jaringan teroris, apalagi sebagai pengedar narkoba.

Lho, terus kenapa aku ditahan? (itu kan yang kamu pertanyakan)

Sudahlah, tak usah kalian bertanya tentang hukum. Di negeriku, hukum itu sesuatu gelap. Tak perlu kejelasan dan penjelasan. Aku sudah capek, berbusa-busa di pengadilan membela diri bahwa aku tak melakukan apa yang jaksa tuntut. Tapi mereka semua diam. Aku tetap dihukum. Aku sudah melakukan banding hingga ke tingkat paling atas, tapi semuanya sama. Aku capek.

Sekarang mereka mempersiapkan jadwal kematian untukku.

***

Masa isolasi di sel aku nikmati untuk bercengkrama dengan isteri dan dua anakku. Ya, permintaan terakhirku sebelum mati, hanya ingin berkumpul dengan keluargaku. Lucu sekali melihat si Azka, anak bungsuku yang baru berumur lima tahun pakai baju polisi kedodoran.

“Pak, beliin topinya!” ucapnya sambil ngelus-elus kepalanya yang botak. Aku mengguk pelan.

Isteriku tersenyum, walau aku bisa memastikan hatinya sangat pedih tahu suaminya dalam dua hari lagi akan menghadapi regu tembak.

Ibuku hadir juga di ruang karantina. Tapi dia lebih banyak diam.

“Sabar. Banyak doa…” cuma itu yang ibu katakan. Ada air mata yang nyangkut di ujung kelopak matanya.

****

Pukul 23.45, aku dibawa keluar dari ruang tahan. Aku dimasukkan dalam mobil dengan dikawal sejumlah aparat keamanan. Mobil melaju kencang. Sejumlah wartawan bergerombol di depan pintu rutan. Blizt kamera menyorot ke kendaraan yang kami tumpangi.

Mobil melaju semakin kencang. Seorang kameramen hampir tertabrak. Aha, salut sekali aku dengan kerja keras para wartawan itu. Sampai larut malam mereka masih memburu berita.

Mobil memasuki kawasan hutan lindung di pinggiran kota. Beberapa jenak kemudian mobil melambat. Mobil berhenti.

***

Sebelum mataku ditutup, aku masih sempat menyaksikan para penembak bersiaga di hadapanku.

DOR! (end)

***

Bikin Kompor Serbuk kayu

29 Okt

Lingkungan sekitar bisa menjadi inspirasi sejumlah orang untuk menjadi kreatif. Mahdi Susesno (25), banyak menciptakan sejumlah perkakas dan mesin dengan melihat potensi yang ada di sekitar tempat tinggalnya, di daerah Karangantu, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten.

Banyaknya usaha panglong (penggergajian) di Kecamatan Kasemen menjadi salah satu inspirasi bagi Mahdi untuk membuat kompor dengan bahan baku serbuk kayu sisa penggergajian. “Selama ini serbuk kayu itu kurang dimanfaatkan masyarakat,” terang Mahdi, saat menghadap Penjabat Walikota Serang Asmudji terkait rencana keberangkatan dirinya ke Semarang untuk mengikuti Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) tingkat Nasional ke-X, Senin (27/10).

Tak perlu modal besar untuk membuat sebuah kompor serbuk kayu ini. Manajer Bengkel Kirno Bersaudara ini mengatakan, hanya dengan bermodalkan Rp 30 ribu dirinya bias membuat sebuah kompor yang bias dimanfaatkan masyarakat sebagai alternatif bahan bakar minyak. Untuk serbuk kayunya sendiri yang sudah dipadatkan, kata Mahdi, harganya hanya Rp 1.000 per plastik. “Satu plastiknya berisi 50 butir. Satu butir bisa bertahan sampai 20 menit,” ungkapnya.

Pria yang tahun ini baru lulus dari STIE Widya Wiwaha Jogjakarta ini mengatakan, kompor-kompor itu sebagian sudah dijualnya ke masyarakat. Kendati demikian, ia mengakui, masyarakat belum begitu banyak berminat untuk menggunakannya. “Budaya masyarakat kita juga belum terbiasa. Kalau tidak ada minyak atau gas, masyarakat lebih memilih langsung kayu bakar,” ujarnya.

Selain membuat kompor berbahan bakar serbuk kayu, Mahdi juga membuat sejumlah mesin yang diharapkan dapat membantu masyarakat, di antaranya adalah mesin perontok padi, mesin penggilingan padi yang menghasilkan beras dengan kualitas bersih, serta mesin penyedot pasir untuk pertambangan. Dikatakan, dari sekian banyak mesin yang dibuatnya, baru mesin penyedot pasir untuk pertambangan yang sudah diberi label. “Saya beri nama mirip nama bengkel kerja saya, yaitu Kirino. Kalau yang lain belum saya namai. Saya membuat mesin penyedot ini karena selama ini penambang tradisional masih menambangnya secara manual,” ujar pria berjenggot ini.

Dikatakan, mesin Kirino buatannya sudah banyak dipesan masyarakat, tak hanya dari Banten. “Dari Sulawesi juga sudah ada yang pesan,” ujarnya seraya menunjukkan gambar rancangan dan spesifikasi mesin penyedot pasir ini.

Mesin penyedot pasir dan kompor berbahan bakar serbuk gergaji ini akan ia bawa ke lomba TTG di tingkat nasional mulai 31 Oktober mendatang.  (qizink)

 

Tentang Cinta

23 Okt

I

kemarilah, kekasih

ada yang harus kuceritakan padamu

tentang setangkai bunga

yang  pernah kita tanam di taman kecil

 

“sayang, biarkan dia tumbuh”

 

 II

kemarilah, kekasih

ada yang ingin kusematkan dalam hatimu

setangkai bunga yang pernah kita damba bersama

 

“sayang, biarkan dia mengabadi”

 

III

kemarilah, kekasih

ada yang ingin kusembahkan

setangkai bunga abadi yang dipetik dari jauh perjalanan

 

“sayang, jangan lagi kau tinggalkan”

 

Banten

Rencana ke Bandung

22 Okt

Sabtu (25/10) esok, saya dan bareng teman-teman wartawan rencananya akan berangkat ke Bandung. Tak ada agenda khusus untuk datang ke Kota Kembang ini. Hanya sekadar jalan-jalan.

Sudah lama juga saya tak ke Bandung. Terakhir saya ke Bandung saat launching peluncuran kumpulan cerpen Harga Sebuah Hati di Braga sekitar 2006 lalu. Terus terang saya kangen dengan Bandung. Saya pengen liat bangunan tempat saya dulu selama tiga tahu kursus komputer yang kini sudah jadi Pom Bensin di sekitar Dipatiukur, makan jagung bakar di Dago, atau nongkrong di sudut-sudut Kota Bandung yang selalu menarik.

Saya juga kangen pengen maen ke Selasar Sunaryo di Dago Atas, maen ke Pentagon di UPI, atau sekedar cuci mata di BIP.

Namun rencana keberangkatan ke Bandung ini masih aku pertimbangkan. Karena dalam dua hari ini, aku sedang sering sakit-sakitan. Maklum sedang masa pancaroba.

Semoga saja, pada saat berangkat, badan ini bisa bugar hingga bisa menikmati lagi Bandung.

Kematian dan Kehidupan

15 Okt

Membaca postingan mbak Yessy di sini, hampir serupa dengan yang kualami kemaren.

Pagi sekitar pukul 06.00, aku mendapat telepon dari Nida, adikku. Ia mengabarkan kalau bibiku Maria Ulfah (adik kandung almarhum Bapakku) meninggal dunia pada pukul 03.00. Sepuluh menit kemudian, kakak iparku menelpon untuk memberikan kabar yang sama ditambah harapan agar bisa menghadiri prosesi pemakaman yang akan dilangsungkan pada pukul 11.00.

Tanpa diminta kakak iparku pun, aku sudah memastikan akan menghadirinya. Toh perjalan Serang ke Anyer hanya sekitar satu jam. Aku memastikan akan berangkat pada pukul 08.30. Aku hanya perlu izin tak ikut rapat di kantor. APalagi rumah bibiku ini hanya berjarak sekitar 10 meter dari kediaman orangtuaku. Apa kata dunia, kalau aku tak hadir dalam pemakaman kerabat dekatku ini.

Pada pukul 06.30, sperti biasa aku menjadi ‘tukang ojek’ buat isteriku yang hendak berangkat kerja. “Pa, anter dulu yu ke bidan. Pengen periksa nih.”

Sebagai tukang ojek yang baik hati, aku anter istri dan Kafka (anak semata wayangku) ke Bidan Rohmah. Hampir 30 menit saya dan Kafka nunggu di motor. Sementara istri diperiksa bidan. Setelah diperiksa, isteriku memberi kabar. “Postif. Sudah lima minggu. Kafka bakal punya adik.”

Ya Allah, baru saja mendapat kabar tentang kematian kerabat dekatku. Kini aku mendapatkan kabar tentang kehamilan isteriku. Jarak kematian dan kehidupan ternyata tipis.

Terus terang aku pada saat itu masih bingung mengungkapkan perasaanku. Apakah harus bersedih karena kerabat dekatku meninggal dunia, atau harus bahagia dengan kabar kehamilan isteriku? (qizink)

Tentang Lelaki

13 Okt

lelaki jangan berdiam diri di rumah. harus berlayar jauh sebelum menemu dermaga tempat melempar sauh. disambut alang-alang, berteriak riang di labuhan.

lelaki harus menantang gelombang. belajar pada angin melajukan layar berkembang. l

lelaki tak takut cuaca yang mengingatkannya pada bintang di langit.

 

lelaki jangan berdiam diri di rumah. harus pergi ke dalam rimbanya kehidupan. disambut embun dan sejuknya dedaunan.

lelaki harus menantang sunyi. belajar pada hati yang bicara sendiri.

lelaki tak takut gelap yang mengingatkannya pada cahaya terang.

 

lelaki jangan berdiam diri di rumah…

 

Banten, 2008 

 

 

Ket :

alang-alang : Panggilan untuk anak pantai yang suka membantu nelayan menurunkan hasil tangkapan.

Perempuan Pembawa Pesan

7 Okt

siapakah perempuan itu

yang membawa pesan

di balik senyumnya

 

o, bibir yang tak berkata

tetap saja bermakna

 

siapakah perempuan itu

yang membawa pesan

di antara wangi rambutnya

 

o, cinta

bukan janji yang didamba

sebab rasa lebih bergelora

 

 

Banten, 2008

Pengumuman CPNS 2008 Kota Serang Ditunda

7 Okt

Warga yang hendak mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) harus kembali bersabar. Pasalnya, pengumumam pendaftaran seleksi CPNS yang semula akan diumumkan hari Selasa (7/10) ini ditunda hingga pertengahan bulan Oktober mendatang.

“Pengumumannya diperkirakan nanti pada 14 Oktober,” terang Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Serang Akhmad Benbela, Senin (6/10).

Penyebab penundaan, kata Benbela, antara lain karena belum ada kejelasan persyaratan untuk masing-masing formasi CPNS. Mekanisme perekrutan juga masih dibahas di Pemprov Banten. “Seleksi CPNS ini akan dilakukan serentak di seluruh kabupaten/kota di Banten. Penundaan pengumuman ini tak hanya di Kota Serang, tapi di seluruh kabupaten/kota se-Banten,” ujarnya.

Ia menjelaskan, penundaan ini juga karena belum adanya payung hukum untuk penggunaan anggaran sebab APBD Perubahan Kota Serang tahun 2008 belum disahkan. “APBD Perubahan masih menunggu evaluasi dari Gubernur,” ujarnya.

Penjabat Walikota Serang Asmudji HW membenarkan penundaan pengumuman CPNS 2008. “Anggaran untuk seleksi CPNS ini sudah dialokasikan, tapi perlu payung hukum untuk mengeluarkannya yakni setelah APBD Perubahan dievaluasi,” ujarnya.

Diinformasikan, pada tahun pertama penerimaan CPNS ini, Kota Serang mendapatkan kuota sebanyak 497 pegawai yang seluruhnya dialokasikan untuk pelamar umum. (qizink)

Berita Terkait

* Penerimaan CPNS 2008 di Kota Serang Akhir Agustus

* Kuota CPNS Banten 2008

* Ratusan Warga Kirim Lamaran CPNS

* Seleksi CPNS Dilakukan Serentak

* Pemkot Serang Minta Kuota CPNS 700 Pegawai