Arsip | Agustus, 2007

Info Penting Buat Pengguna HP

21 Agu
 
 
 

Akhir-akhir ini sering terjadi pencurian HP, baik ditempat – tempat umum, dilampu merah perempatan jalan (dengan memaksa!), dihalte bis,didalam kendaraan umum dan lain – lain.

Setiap handphone memiliki 15 s/d 17 digit serial number yang unique,( IMEI) artinya: tidak mungkin sama dengan handphone lainnya. Untuk mencatat nomor ini, pencet di handphone anda:
?????Pertama tekan : * # 0 6 #
???? Lalu tekan : tanda panah ( arrow )

Selanjutnya : Pada layar akan tampil 15 s/d 17 digit kode,catat nomor ini dan simpan di tempat yang aman. JANGAN simpan di dompet, tinggalkan di rumah atau kantor.

Apabila handphone anda dicuri, hubungi Operator kartu SIM anda dan beritahukan kode ini. Mereka akan dapat melakukan blocking sehingga handphone tersebut tidak dapat digunakan sama sekali walaupun ditukar kartunya karena yang di-block adalah handphone-nya dan bukan nomor panggil handphone. Kemungkinan besar memang handphone anda tidak akan kembali lagi. Namun paling tidak orang jahat juga SAMA SEKALI tidak bisa menggunakannya biar tidak keenakan. Sehingga kalau semua ( atau sebagian besar ) HP – HP yang dicuri tidak bisa berfungsi, maka dipasar gelap harganya akan jatuh, dan mungkin tidak laku lagi. diharapkan trend Pencurian HP sudah nggak mode lagi…

Untuk yang memiliki HP , perhatikan ini : “Bila anda menerima telepon dari CELLNET dan mengatakan bahwa mereka sedang melakukan pengecekan terhadap HP anda, maka: SEGERA MATIKAN HP ANDA. Ada sebuah perusahaan penipu yang akan menyuruh anda menekan #90/90#, nomor tersebut akan mengakses SIM anda dan melakukan sambungan telepon atas biaya / pulsa SIM anda”.

 

Sumber : www.dudung.net

Hati-hati Virus HP Baru

21 Agu
 
 

Ini ada berita tentang berita virus terbaru yg berbahaya bagi para pemilik handphone. Virus ini bukan menyerang komputer, tetapi handphone. Cara kerjanya sama dgn virus komputer. Virus ini berasal dari eropa dan sdh mulai menyerang Amerika dan Asia (berita juni – infomedia edisi Juli 2001), sekarang sdh masuk ke Indonesia.

Cara kerjanya :

  1. Handphone anda akan berdering dan menampakkan nama pd layar, antara lain : XXX, YYY, OOO, 123
  2. Bila anda menerima kode pd layar handphone seperti demikian, jangan diangkat/diterima, biarkan saja sampai deringnya mati sendiri.
  3. Setelah “missed Call” periksalah dalam daftaf call-register hp anda, anda akan mendapatkan huruf XXX, YYY, OOO, 123. Tampa nama dan tanpa identitas lainnya.
  4. Kembali ke menu utama layar HP anda.
  5. Cobalah kembali ke call-register/missed call anda.
  6. Nomor aneh tersebut sudah hilang…..aneh bukan..!!

Jika anda menerima hal yg sedemikian, berarti seseorang sedang berusaha mengirimkan virus ke dalam HP anda.
Motif : biasanya si pelaku memilih korbannya secara acak, bisa orang dalam negeri sendiri atau bisa juga dari luar negeri. Mereka biasanya mendapatkan nomor HP anda , bila anda pernah memasukkan nomor HP via internet utk melakukan suatu registrasi e-mail atau konfirmasi pembayaran. setelah si pelaku berhasil memasukkan virus ke dalam HP anda, virus akan mengirimkan data identitas, No SIMCARD dan PIN anda (bila anda pelanggan GSM pascabayar) dan mengirimkan nomor PIN dan No SIMCARD anda (bila anda pelanggan GSM prabayar). dari data yg ia dapat, orang tersebut bisa menggunakan pulsa anda dari jarak jauh dan memakai identitas anda utk hal-hal yg buruk. Sehingga anda akan kehabisan pulsa secara mendadak atau perlahan (karena pulsa anda dipakai secara bersamaan dgn si pelaku).

Cara kerja virus :

  1. Virus yg berhasil masuk, akan segera menyerang simcard anda dan mengirimkan informasi yg berguna bagi si pelaku.
  2. Virus akan segera menguras pulsa anda.
  3. Virus akan berpindah ke software dalam HP anda
  4. Virus akan mengendap dan terus bercokol dalam Software HP anda, jadi jika anda akan berfikir utk mengganti SIMCARD,maka dgn segera virus akan menyerang SIMCARD baru anda.
  5. Setelah waktu tertentu Virus akan menjebol software anda, dan………Tamatlah riwayat HP anda, karena tidak akan bisa dipergunakan dan diservis lagi.
  6. Gawatnya, bila HP anda tsb dihubungkan pada komputer/modem, maka virus tsb akan menyerang komputer anda.

Sumber : www.dudung.net

Tetap Waspada dengan Bluetooth

21 Agu

                  Komunikasi nirkabel tidak pernah senyaman dan sepraktis
                  memakai perangkat Bluetooth. Namun, di balik segala nilai
                  positifnya, ada bahaya tak terlihat yang mengancam melalui
                  celah-celah koneksi Bluetooth. Tetap waspada.
                  Hampir seluruh telepon seluler (handphone/HP) terbaru saat
                  ini—mulai dari yang sederhana hingga smart phones
                  tercanggih—telah dilengkapi Bluetooth, sebuah perangkat
                  komunikasi tanpa kabel menggunakan gelombang radio. Dengan
                  sarana ini, berbagai fungsi dalam HP dapat disambungkan dengan
                  perangkat lain secara mudah dan praktis.
                  Bermula dari fungsi dasar menghubungkan HP dengan
                  headset/earphone tanpa kabel panjang yang merepotkan,
                  teknologi Bluetooth semakin berkembang pada aplikasi lain.
                  Mulai dari mendengarkan koleksi musik, tukar-menukar data
                  (seperti business card atau foto/dokumen) dengan HP lain atau
                  dengan komputer/laptop, hingga menjadi jembatan koneksi
                  internet paling praktis.
                  Tak waspada
                  Makin banyak orang yang memahami dan kemudian menerapkan
                  teknologi ini dalam pemakaian sehari-hari. Namun, sesuatu yang
                  nyaman kemudian membuat orang terlena dan lupa akan risiko
                  bahayanya. Dalam kasus Bluetooth, masih banyak orang yang
                  mengira aman-aman saja apabila fungsi Bluetooth dalam HP-nya
                  dibiarkan menyala sepanjang waktu.
                  Padahal, penelitian bersama dua perusahaan keamanan komputer
                  dari Eropa, yakni F-Secure dari Finlandia dan Secure Network
                  dari Italia, tahun 2006, menunjukkan, paling tidak ada empat
                  ancaman utama yang bisa datang saat orang terlena menggunakan
                  Bluetooth. Dalam laporan penelitian yang dimuat di situs
                  http://www.securenetwork.it/ disebutkan, salah satu ancaman
                  bahaya paling utama adalah serangan virus.
                  Berbagai materi perangkat lunak yang bersifat merusak, seperti
                  virus, worm, atau Trojan horses dapat menyebar melalui koneksi
                  Bluetooth, di samping menggunakan cara-cara penyebaran
                  “tradisional” melalui layanan pesan singkat (SMS), layanan
                  pesan multimedia (MMS), atau tukar-menukar kartu memori.
                  Praktisi telekomunikasi dan moderator milis
                  indocell@yahoogroups.com asal Surabaya, Ju Ming, menyebutkan,
                  virus HP seperti Commwarrior bersifat sangat merugikan pemakai
                  HP. Virus tersebut akan menyelinap masuk ke sistem komunikasi
                  HP dan akan menggandakan serta menyebar dirinya sendiri
                  melalui pengiriman pesan MMS tak terbatas tanpa sepengetahuan
                  pemilik HP. “Bagi pengguna kartu prabayar, risikonya pulsa
                  akan cepat habis. Yang parah, bagi pengguna kartu pascabayar
                  karena SMS tersebut akan terkirim tanpa batas dan tagihan
                  pulsa akan meroket,” papar Ju Ming.
                  Terdeteksi
                  Menurut F Secure yang bergerak di bidang produksi program
                  antivirus, Commwarrior akan menyebar hanya melalui MMS pada
                  pukul 00.00 hingga 07.00. Kemudian mulai dari pukul 08.00
                  hingga tengah malam, virus tersebut akan menyebar melalui
                  Bluetooth.
                  Caranya, HP yang mengidap virus ini akan mendeteksi HP-HP di
                  sekitarnya yang sedang mengaktifkan Bluetooth, dan kemudian
                  secara otomatis akan membuka koneksi dengan HP-HP tersebut
                  untuk menularkan virus. Perilaku seperti ini disebut gejala
                  Bluebug.
                  Infeksi virus tersebut akan membawa risiko kedua dan ketiga,
                  yakni gangguan pada sistem dan fungsi-fungsi HP, dan akses
                  tanpa izin ke dalam informasi-informasi penting yang tersimpan
                  di HP, mulai dari catatan nomor telepon relasi, jadwal di
                  kalender, hingga dokumen-dokumen rahasia yang disimpan di HP.
                  Apabila data-data tersebut bisa diakses tanpa sepengetahuan
                  pemilik, maka risiko keempat adalah, semuanya bisa diubah,
                  dimodifikasi, atau bahkan dihapus.
                  Meski di Indonesia masih jarang terdengar kasus-kasus
                  penyusupan dan pencurian data di HP melalui Bluetooth, semua
                  risiko tersebut dimungkinkan terjadi, bahkan sudah dibuktikan
                  melalui berbagai eksperimen dan kejadian nyata di negara maju.

                  Menurut Ju Ming, risiko gangguan dan bahaya serius tersebut
                  lebih terletak pada kebiasaan penggunaan teknologi Bluetooth
                  oleh masyarakat, bukan pada teknologinya sendiri. Kebiasaan
                  orang untuk mengaktifkan fitur Bluetooth terus-menerus, tidak
                  mengganti nama identitas HP-nya, dan tidak berhati-hati saat
                  mengganti nomor kode rahasia (passkey) untuk koneksi Bluetooth
                  (baca tip-tip di boks—Red), membuat HP sewaktu-waktu bisa
                  diserang virus atau orang yang berniat mengakses data di
                  dalamnya tanpa izin.
                  “Tindakan pencegahan paling mudah adalah jangan membuka SMS
                  atau MMS berisi program aplikasi tertentu dari nomor yang
                  tidak dikenal, dan selalu matikan Bluetooth setelah selesai
                  dipakai,” ungkap Ju Ming. (DAHONO FITRIANTO)
                  Sumber: Kompas

Tersesat Di Speelwijk

14 Agu

Hari ini aku coba searching kata ‘Speelwijk’ lewat Yahoo. Harapanku aku bisa menemukan ragam tulisan atau gambar yang berkaitan dengan sejarah benteng yang ada di Banten.
Dari hasil pencarian ini, mataku tertarik dengan speelwijk.comAku coba klik situs buatan Belanda tersebut tanpa membaca dulu deskripsinya. Harapanku bisa ketemu dengan apa yang aku cari. Ternyata aku kecele. Situs tersebut tak ada kaitan sama sekali dengan benteng Speelwijk. Situs tersebut hanya berisi link game.

Huhuhuhu…. aku tersesat di Speelwijk.

Ini bukan yang pertama kalinya aku tersesat. Dahulu aku juga pernah tersesat di Banten.Com. Situs ini ternyata tak ada kaitan sama sekali dengan Provinsi Banten. Bahkan pengelola situs ini bukan orang Banten. Pengelolan situs yang berhubungan dengan dunia marina ini juga ternyata dari Belanda.

Orang Belanda ternyata tak hanya menjajah secara fisik terhadap Banten. Nama-nama yang cukup bersejarah bagi masyarakat Banten juga ternyata udah diserobot duluan di dunia maya. Atau jangan-jangan orang Banten emang gak sempat segera mendaftarkan nama-nama yang cukup populer di masyarakat.

Ini list yang populer di Banten tapi tak berkaitan dengan Banten. Aku hanya mencari yang COM, karena lebih populer di masyarakat dbandingkan CO.ID, NET, ORG, atau lainnya.
http://www.banten.com —–> perusahaan pelayaran
http://www.serang.com ——> Perhotelan
http://www.cilegon.com —–> link ke berbagai situs bahkan ada yang berbau porno
http://www.pandeglang.com —-> list ke berbagai link
http://www.lebak.com —-> link ke berbagai situs, seperti Las Vegas, Hawaii, rental mobil, dsb
http://www.tangerang.com —> link
http://www.atut.com ——> under construction

Menemukan Ide

13 Agu

Oleh Gola Gong

“Kalau ingin menjadi pengarang, pergilah ke tempat yang jauh, atau merantaulah ke negeri orang. Lalu tulislah pengalaman-pengalaman yang didapat.“ W. Somerset Maugham)

Kalimat sakti di atas saya temukan ketika masih usia SMA, di era 80-an. Betulkah hanya dengan pergi ke tempat yang jauh, saya bisa jadi pengarang? Secara genetik, saya tidak memiliki darah pengarang seperti Andrei Aksana dari dinasti Pane, misalnya. Ayah saya seorang guru olahraga dan Ibu tumbuh dari keluarga petani. Tapi keinginan saya jadi pengarang sangat menggebu-gebu.

PRAKTEK
Saya memulainya sejak kecil dengan gila menonton dan membaca buku. Di usia sekolah dasar, saya sudah membuat sandiwara radio dengan tip merek transistor 2 ban. Di SMP membikin komik silat. Dan di SMA memproduksi majalah kumpulan cerpen serta mengirimkan puisi ke beberapa majalah di Jakarta. Untuk menambah wawasan, saya kuliah di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, walaupun hanya bertahan sampai di semester V (1982 – 1985). Ternyata ketika sudah banyak mengenal teori, saya memilih ingin sesegera mungkin mempraktekkannya.

Saya juga sudah tercekoki oleh novel “Mengelilingi Dunia dalam 80 Hari” karya Jules Verne, sehingga terobsesi mengunjungi delapan keajaiban dunia seperti Borobudur, Eifel, Pisa, Tembok Cina, Niagara, Piramida-Sphinx, dan Taj Mahal, sehingga saat kuliah pun semakin terbakar saja hati ini. Saya merasa, jika bisa mengunjungi tempat-tempat hebat itu, bisa juga menuliskan karya fiksi. Maka saya sangat ingin membuktikan mantra W. Somerset Maugham itu. Saking kebeletnya, saya tinggalkan bangku kuliah. “Sorry, guys! Saya ingin jadi pengarang! Maka goodbye teori! Kini saatnya praktek!”

Saya sudah mengunjungi beberapa karya hebat manusia; Borobudur, Taj Mahal, Piramida, dan Spinx. Atau karya-karya lainnya, seperti Pagoda di Thailand, Golden Temple di Sikh, Amristar, India., dan menatap puncak gunung Himalaya di Nepal. Dua novel berlatar tempat Thailand dan India ; Bangkok Love Story dan Surat diterbitkan Gramedia, serrta “Kusunting Dikau di Sungai Nile” sedang saya garap.

STIMULUS

Bagi penulis pemula, kesulitan awal adalah bagaimana caranya bisa menemukan ide dan menuliskannya. Di setiap Minggu sore, saya mengajar di Kelas Menulis Rumah Dunia kepada para pelajar dan mahasiswa yang ingin bisa menulis berita dan feature (wartawan), menulis fiksi; cerita pendek dan novel (pengarang), serta skenario TV (script writer). Sedangkan di Jum’at pagi, saya mengajar menulis di SMA Unggulan Cahaya Madani Banten Boarding School. Selalu saya katakan kepada mereka yang hendak memasuki dunia kepengarangan, bahwa janganlah duduk di tempat komputer dengan kepala kosong, karena itu hanya akan membuang-buang waktu saja. Ketika hendak menulis, persiapkanlah dulu semuanya. Bahan-bahannya; sinopsisnya. Syukur-syukur jika sanggup secara detail; alur cerita, konflik, latar tempat, dan karakter para tokoh. Itu yang saya sebut sebagai pra-poduksi. Ketika menulis, berarti saya sedang berproduksi. Menulis cerita pendek atau novel, bagi saya tetap harus ada nilai ekonomisnya, karena itu bagian dari industri.

Kelas Menulis Rumah Dunia sudah bergulir 6 angkatan sejak 2002. Setiap angkatan memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Rata-rata kesulitan awal mereka adalah “ide” dan “bagaimana menuliskannya”. Mereka ingin bisa menulis cerpen dan novel dalam waktu cepat. Saya katakan kepada mereka, waktu 3 bulan adalah pengenalan teori. Mereka harus gigih belajar dan bersabar. Dibutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun untuk bisa menulis novel. Itu pun jika tekun mengikuti stimulus-stimulus sebagai bagian dari proses kreatif, yang saya siapkan di Rumah Dunia untuk mereka; membuat jurnal, mengadakan diskusi buku, jumpa penulis, menghadiri launching buku, serta memprakarsai kegiatan kesenian, kebudayaan, dan pendidikan. Hal-hal yang pernah saya lakukan sebelum jadi pengarang. Saya katakan kepada mereka, isi kepala kalian dengan berbagai hal. Dengan begitu, kalian akan punya “bensin” saat menulis nanti!

Proses kreatif awal yang saya berikan kepada para calon penulis di Kelas Menulis Rumah Dunia, adalah memperkenalkan dunia jurnalistik selama 1 bulan. Pada tahap kedua, saya mengenalkan kepada mereka, bahwa teori-teori jurnalistik dengan unsur berita (5W + 1 H) bisa diterapkan ke dalam penulisan fiksi. Ketiksa saya tanyakan kepada mereka, pernahkah berpergian jauh? Jawaban mereka seragam; hanya berkutat dari rumah ke sekolah/kampus. Pertanyaan lainnya, “Apakah membaca buku?’ Rata-rata sesekali saja membaca buku. Wawasan juga adalah hal penting untuk mempersiapkan diri kita, jika ingin menjadi penulis (fiksi).

Beberapa peserta angkatan pertama Kelas Menulis Rumah Dunia, dengan sangat gigih melewati stimulus-stimulus yang saya berikan, pada tahun kedua berhasil membuat antoloji cerpen “Kacamata Sidik” (Senayan Abadi, 2004). Bahkan Qizink La Aziva menulis novel “Gerimis Terakhir” (Dar! Mizan, 2004) dan Ibnu Adam Aviciena dengan “Mana Bidadari Untukku” (Beranda Hikmah, 2004). Sampai angkatan kelima, cerpen-cerpen dan essay mereka bertebaran di beberapa majalah Jakarta dan koran lokal. Tiga antoloji cerpen dari penulis angkatan pertama sampai kelima dipajang di rak-rak toko buku; Padi Memerah (MU3, 2005), Harga Sebuah Hati (Akur, 2005), dan Masih Ada Cinta di Senja Itu (Senyan Abadi, 2005). Kini dua peserta angkatan pertama; Qizink La Aziva dan Ade Jahran, merintis karir sebagai wartawan di koran lokal. Yang paling membanggakan dari kelas menulis angkatan pertama; Endang Rukmana menyabet UNICEF AWARD 2004 dan Adkhilni MS menggondol IKAPI AWARD 2004.

BUKU HARIAN

Untuk terus menjaga naluri atau rasa kepenulisan, sejak masih usia sekolah saya selalu menyempatkan menulis apa saja di buku harian. Tentang hujan (latar suasana), keindahan sebuah kota (latar tempat), sahabat kita (latar watak/karakrer), cerita teman-teman di sekolah atau kampus (plot/alur cerita). Dengan cara itu, saya membiasakan diri melatih dan mengolah kata. Kalau tidak dibiasakan begitu, bagaimana saya bisa menemukan kosakata-kosakata baru? Pada situasi seperti ini, membaca adalah menu yang lain. Ismail Marahimin (Menulis Secara Populer, Pustaka Jaya, 1994) dengan sangat tepat menganalogikan, bahwa membaca memberikan berbagai-bagai “tenaga dalam” saat menulis. Ibarat mobil, bensin adalah tenaga dalamnya. Jadi, membaca adalah sarana utama menuju kepiawaian menulis. Di setiap kesempatan workshop menulis, saya selalu menyarankan kepada orang-orang, agar rajin membaca dan membiasakan diri menulis buku harian. Resep itu sudah saya buktikan sendiri keampuhannya.

Saya tidak pernah mengeluhkan bagaimana caranya memulai menulis karya fiksi. Sudah saya katakan, saya tidak punya bakat secara genetik. Tapi saya belajar tiada henti. Saya juga sebetulnya sadar, bahwa saya bukanlah pprofesional di bidang ini. Tapi sekali lagi, saya terus belajar. Saya rasa Tuhanlah yang secara langsung membimbing saya; memberikan stimulus-stimulus kepada saya sedari kecil hingga sampai kini.

Saat bujangan, saya relatif leluasa menulis, karena hanya perlu mengatur waktu bekerja dan kesenangan pribadi saja. Tapi, sepuluh tahun terakhir ini saya mulai “mengeluh”, bagaimana membagi waktu antara bekerja sebagai creative di RCTI, ayah empat anak, suami, warga masyarakat, menejer Rumah Dunia, serta guru pembina ekstrakurikuler SMA Unggulan “Cahaya Madani Boarding School” di Pandeglang, Banten. Bahkan di sela-sela itu, saya masih harus memberikan ceramah tentang komunitas baca dan menulis.

Sekarang saya mengelola waktu yang sempit, dibantu oleh istri; Tias Tatanka, dengan selalu menyempatkan 2 hingga 4 jam dalam sehari menulis di “buku harian” komputer saya, yang berupa folder-folder. Ada folder novel, yang jika di-klik bermunculan bakal-bakal novel yang pelan-pelan sedang saya garap. Mulai dari judul “Mesjid Guru”, “Kusunting Dikau di Sungai Nile”, “Brandal”, “Raja Maling”, “Clay”, dan “Dongeng Sebelum Tidur”. Biasanya saya menulis pada jam 02.00 – 06.00 WIB, saat istri dan keempat anak saya tidur.

JURNALISTIK

Saya sudah bisa mengelola waku, maka saya bisa memulai menulis dari mana saja. Ide dengan mudah bisa saya temukan. Saya juga tidak pernah merasakan terhambat, karena gara-gara tidak memiliki ide. Menurut Arswendo Atmowiloto (Mengarang Itu Gampang, Gramedia, 1982), ide bisa diawali dengan ilham. Sedangkan ilham sama saja dengan inspirasi. Bagi Wendo, ilham adalah semacam letikan menuju ide. Bagaimana memperoleh ilham atau insprasi? Itu semua bisa didapat di dalam realitas kehidupan. Dicontohkan Wendo, melihat warung tegal di sekolah kita, itu bisa menimbulkan letikan menulis cerita fiksi. Dari sinilah ide muncul. Tapi, apa ide dasarnya? Warung itu sendiri? Penjualnya? Pembelinya? Kita bisa memulai dari mana saja.

Ide bertebaran dimana-mana. Saya tinggal mencomotnya saja satu persatu. Ide itu tidak dicari, karena kalau tidak ketemu repot jadinya. Maka saya menemukan ide, bukan sekedar mencarinya. Bagaimana cara menemukannya? Pada masa sekarang, Tias sering membantu memberikan ide lewat diskusi kecil di meja makan atau di tempat tidur. Bahkan sering saya menemukan ide pada kedua anak saya; Bella (7 th) dan Abi (6 th).

Sejak masih di usia belasan tahun, musim liburan sering saya pergunakan untuk berpergian. Saya menyusuri bumi Jawa, ber-liften atau kucing-kucingan dengan kondektur kereta api. Setiap kota saya singgahi, saya rasakan denyut nadi dan nafas masyarakatnya. Mata saya jadikan kamera dan hati merasakan serta pikiran menuliskannya. Semua panca indra saya maksimalkan dengan menggunakan metode jurnalistik, yaitu unsur berita yang terkenal dengan formula 5W (where, when, why, who, what) dan 1H (how). Melalui riset (pustaka dan empiris) dan investigasi (observasi dan wawancara), lahirlah 10 jilid novel serial “Balada Si Roy” (Gramedia dan Beranda Hikmah), yang sebelumnya dimuat berseri di majalah HAI (1988 – 1992).

Semua yang saya alami, saya lihat, dan saya rasakan saya tumpahkan di buku harian. Ya, untuk jadi pengarang saya mengalami, melihat, dan merasakan. Puluhan buku harian saya telah menjadikan otak saya penuh dengan bahan cerita untuk saya tuliskan kelak. Saya bisa memulai menulis buku harian dari tukang semir (who) yang saya temui di stasiun, melukiskan keindahan kota (where) yang saya singgahi, peristiwa yang saya alami (what), dan sebagainya. Semua tergantung dari hasil investigasi; observasi dan wawancara. Jika menemukan sesuatu yang menarik, tentu saya akan melakukan investigasi. Misalnya, saya mewawancarai penyemir sepatu. Saya gali semua unsur 5W + 1H-nya. Kalau perlu saya melakukan observasi ke tempat tinggalnya. Dengan cara itulah saya bisa menemukan ide.

Metode jurnalistik ini sangat manjur. Pengalaman mewawancarai orang, menulis liputan perang, peristiwa kesenian dan kebudayaan, unjuk rasa, politik, ekonomi, humanioa, dan catatan perjalananan, menjadi babak awal sebagai penulis. Banyak penulis novel yang berangkat dari dunia jurnalistik. Albert Camus (Le Mythe Sisyphe, 1942), peraih nobel kesusastraan 1957, adalah kolumnis untuk koran Combat. Edgar Alan Poe (1809 – 1949) selain cerepenis, juga wartawan dan kritikus seni yang berpengaruh di abad 19. Di negeri kita tercatat nama-nama seperti Arswendo Atmowiloto, Seno Gumira Ajidarma, Bre Redana, dan Veven SP Wardhana.

OBSERVASI

Untuk menemukan ide bukan berarti harus berpergian ke tempat jauh, beribu-ribu mil jaraknya. Wendo banyak menulis novel saat berada di LP Cipinang (1990 – 1995). Karl May juga menulis novel serialnya yang bagai candu; Old Sharterhand dan Winnetou di penjara. Dee menulis “Supernova” dengan cara browsing di intrenet. Seno Gumima Ajidarma mneulis “Saksi Mata” ketika melakukan tugas jurnalistik di Timor Timur. Hilman Hariwijaya menulis novel serial “Lupus” dengan cara membaca majalah-majalah remaja dan jalan-jalan di mal.Saya sering memulai dengan mendatangi keramaian di mana saja saya berada. Misalnya, saya pergi ke kesibukan pasar di pagi hari. Saya merekam semua yang saya lihat dan rasakan. Kalau perlu, saya melakukan wawancara dengan berbagai pelaku ekonomi di pasar (pedagang bakso, ketupat sayur, tujang parkir, dan kuli angkut barang). Saya mendatangi juga rumah sakit di saat waku bezoek. Saya membeli sekilo jeruk atau apel. Carilah pasien yang sedang sendirian, karena tidak ditengok oleh kerabatnya. Jilah teman si sakit. Berempatilah pada penyakitnya. Wawancarailah dia. Selama ini, saya tidak pernah ditolak oleh seseorang yang sakit, hanya karena saya bukan saudara. Bahkan si sakit merasa senang, karena ada yang menjenguk. Dari “wawancara” yang saya lakukan dan modal sekilo jeruk, saya tidak hanya menemukan ide untuk dituliskan dalam bentuk cerpen atau novel, tapi lebih dari sekedar ide, yaitu informasi-infomasi di balik ide itu. Saya bisa menemukan banyak pelajaran hidup yang harganya lebih mahal dari sekilo jeruk! Itu juga sangat penting untuk mengisi ceruk jiwa kita.

Ya, berpergian adalah bagian dari proses kreatif saya dalam menemukan ide. Dengan berpergian, saya bisa menemukan banyak ide untuk menulis cerita pendek atau novel. Tapi saya memahami, tidak semua orang bisa mendapatkan kemudahan seperti saya. Maka itulah saya dan Tias membuat pusat belajar Rumah Dunia. Kami berharap bisa memindahkan dunia ke rumah lewat buku. Dengan begitu, orang-orang yang terbatas secara ekonomi, situasi, kondisi, dan waktu bisa “berpetualang” di Rumah Dunia; mengembangkan sayap-sayap imajinasinya bersama-sama dengan kami.

Kalian juga, Pembaca Budiman, jika tidak punya waktu luang dan situasi serta kondisi terbatas, maka “berpergianlah” dengan cara mewawancarai teman/sahabat yang datang ke rumah dan keluarga dekat. Saat mewawancarai mereka, kembangkan sayap-sayap imajinasimu. Pasti akan terbayang sebuah cerita di sana! Saat mewawancarai mereka, tentu harus disertai naluri “investigasi”; jangan pernah diam, terus pasang kuping kuat-kuat untuk mendengarkan gosip atau issue. Bersikap seperti seorang detektif adalah awal yang baik. Selidiki semua yang kamu lihat dan rasakan! Itu untuk memperkaya tulisan!

Terakhir, membaca adalah bentuk observasi yang lain. Jika kamu termasuk orang yang memiliki problem berkomunikasi, membaca adalah jalan keluar yang baik. Bacalah buku-buku karya orang lain; novel sastra, novel populer, buku-buku umum, koran/majalah, kamus, brosur perjalanan, peta, dan bahkan resep masakan. Dengan membaca kita memasuki dunia lain dan wawasan kita akan luas. Saat menulis pun kita akan banyak mempunyai informasi untuk ditulis. Percayalah, dengan membaca ide yang entah bersembunyi dimana akan dengan mudah kita temukan. (*)

(Dimuat di Majalah Mata Baca edisi September 2005)

Puisi dari Banten, Sembunyi Sampai Mati

13 Agu

Oleh BAMBANG Q. ANEES

“SEMBUNYI Sampai Mati” begitu judul antologi Puisi 14 Penyair Serang (Banten). Judul ini diambil dari salah satu puisi penyair Akmal yang memiliki gaya penulisan sederhana, lugas, sambil tetap menyisakan ruang renung bagi pembacanya. Ketika perang tak bisa dihindari/semua lelaki/ pergi/ membela negeri// ketika perang tak kunjung berhenti/ mereka enggan untuk kembali/ karena harga diri/ sebagai lelaki// dan aku di sini/ (masih di sini)/ (menyusun 100 strategi)/ sampai mati. Tak ada nada protes dalam puisi ini, mengalir begitu saja menyajikan perspektif si penyair terhadap suatu peristiwa. Yang menarik dari puisi ini adalah kelokan pada bait terakhir cerita jujur tentang diri (pilihan sikap si penyair atas situasi) yang sekaligus juga menyajikan kritik diam-diam terhadap pilihan sikap orang kebanyakan. Si penyair tidak menghakimi kekonyolan para lelaki yang “karena harga diri” lebih menghargai perang ketimbang kehidupan, puisi ini hanya menyajikan sikap “pengecut” (sembunyi sampai mati) yang dapat dijadikan pilihan sehat di tengah sengkarut gairah berperang.

Sederhana, tanpa kehendak menjadi hero, juga tanpa klaim benar sendiri memang salah ciri dasar bagi penulisan puisi. Pada antologi ini penulisan serupa ditemukan pada penyair El Fithrah, “Tuhan Menjelma Hiasan” Kali ini Tuhan terbelenggu, Kun-Nya membisu/ Dia memeluk kesendirian dalam kegelapan/ Singgasana-Nya dicuri Sulaiman// Sulaiman punya strategi baru/ Saba harus diperbaharu/ Jalan-jalan dibangunnya/ Diletakkannya Tuhan di sana// Cahaya Tuhan meredup kini/ Nama-Nya membeku mati di jeruji nurani/ Terasing di jantung hati negeri Saba/ Hingga menjelma hiasanlah Dia. Tak ada pretensi untuk mencerca, semuanya diceritakan begitu saja, namun serentak terbaca kritik yang cukup pedas. Tak terbaca, tetapi kemudian terasa perlahan-lahan ada yang menggugat.

Puisi memang bukan sains atau agama. Sains dapat mengukur dan menentukan kebenaran realitas, agama dapat memiliki klaim tentang kebaikan dan keselamatan, sedangkan puisi bermain di antara keduanya. Tak hendak mengukur atau menentukan apalagi mengklaim, namun hanya menghidangkan realitas dengan komposisi tertentu seraya menyeret kesadaran pembacanya ke arah kebenaran dan kebaikan manusiawi (baca: bukan kebenaran sains atau agama). Puisi tak harus memberikan putusan (apa yang harus atau apa yang boleh/benar), sebagaimana diri manusia yang kerap terjebak pada apa yang mungkin ketimbang apa yang harus/benar.

Pilihan untuk menjadi “pengecut” (mengangankan kenyataan lain di tengah hantaman kenyataan kini) menjadi tema dasar dalam banyak puisi, juga pada puisi-puisi antologi ini. Puisi 14 penyair Serang ini (Adkhilni M.S., Agung Wibawa, Akmal, Anah Muawanah, Budi W. Iskandar, Firman Venayaksa, Ibnu Adam Aviciena, Mahdiduri, Moechlas M. Razaq, Purwa Rubiono, Qizink la Aziva, Qorie Lawa, dan Tias Tatanka) menyajikan tegangan antara “apa yang nyata” dan apa yang diinginkan/ diangankan. Secara umum, seperti penyair Indonesis pada umumnya, tema-tema cinta, pukau kata-kata, Tuhan, kesunyian dan waktu muncul di banyak puisi. Akan tetapi, waktu memiliki porsi yang lebih menarik dan dalam; perspektif waktu seperti membungkus pengalaman manusiawi di dalam ruang.

Puisi Qizink la Aziva “Namaku Surosowan” menyajikan sajian penghayatan waktu yang cukup menarik. Surosowan adalah nama benteng perang Kerajaan Banten masa silam. Wujudnya telah hancur dan tidak menjalankan fungsinya semula, namun nama serta hikayatnya masih tetap terpelihara dan diangankan dapat diwujudkan kembali. Perkenalkan/ Namaku Surosowan// Musafir tua yang dulu pernah/ Menggapai cahaya bintang bulan sabit/ Di langit/ Di negeri seberang pun namaku telah dikenal orang, begitu Qizink memulai puisinya. Lalu, Sang Surosowan itu berjalan menelusuri tempat-tampat kejayaan masa lalu (palabuhan, istana terakhir, pantai, dan hutan) semuanya berjauhan dari yang diangankan. Pelabuhan tak lagi seramai dulu, pantai dikuasai Raja Singa; dijual para rentenir, dan hutan telah kerontang ranggas oleh air mata. Surosowan kecewa dan pilu, ia mencari (kejayaan masa lalu) dan kehilangan. Ah, Aku bukan bukan takut/ sebab aku bukan pengecut/ tapi aku tak mau diserang Raja Singa, kemudian Surosowan lari meninggalkan tempat lokalisasi. Ia singgah di pantai lain yang baginya lebih aman, ia singgah dan melepas dahaga. Kupesan sebutir kelapa muda/ Puah!/ “Haram jadah”/ di tenggorokan/ air kelapa muda terasa tuak Belanda/ Aku pun jadi mabuk dalam peluk si penjaga cantik/ menggoda// Amat sadar,/ tubuhku telah bugil di bilik kecil/ setitik aib muncrat di wajahnya. Air kelapa muda berubah menjadi tuak Belanda, daerah santri justru menyeret Surosowan untuk memuncratkan aib. Ada situasi tragis yang dimunculkan dalam puisi ini, namun dalam gaya penulisan yang sederhana dan tanpa pretensi.

Dari sudut waktu, puisi Qizink mencoba menghadirkan masa lalu di masa kini, atau menyajikan kenangan sebagai kacamata untuk memandang masa kini. Seperti juga ditemukan pada puisi “Kerang-kerang” Tias Tatanka, Laut itu dulu milik kami //Laut itu tercengkeram// Laut itu kini tak terlihat//Tak ada keluh tak ada sauh/ tak ada ikan tak ada nelayan. Menjadikan masa lalu sebagai kacamata dalam banyak hal dapat pula berarti mengangankan realitas dalam ukuran masa lalu. Yang baik dan benar, yang nyata adalah yang sesuai dengan masa lalu.

Kesadaran akan pentingnya menghadiran masa lalu bagi realitas boleh jadi dimiliki oleh semua masyarakat tradisi. Namun bagi lokal masyarakat Banten kesadaran pola waktu sejenis ini dapat dirujuk pada bait akhir dari Babad Banten. Sun simpen ing kandaga awor lan kitabku sufi, lamun arsa ing benjang den ungkaban (aku simpan dalam kotak, terusan kejayaan kita dan kitab sufi kita, kelak akan ada yang membukanya jika dikehendaki). Satu bait yang tak lazim bagi kitab babad, tak ada ujung yang pasti dan gemilang seperti lazimnya kisah dongeng (dan pangeran hidup bahagia dalam cinta putri raja, selamanya).

Petikan itu menyatakan dua hal, pertama bahwa akhir dari kisah ditentukan oleh orang-orang masa depan. Akhir tak dapat dituliskan karena waktu terus berjalan. Kedua, kejayaan peradaban memiliki sisi lain yang saling kait, yaitu dengan kitabku sufi. Keduanya analog dengan kalimat proklamasi pendirian tanah Banten gawe kuta baluwarti kalawan bata lan kawis (membangun kota dan peradabannya dengan batu bata dan batu karang).

Batu karang adalah hal yang alamiah (nature) dan ada batu bata yang hasil kreasi manusia (culture) menjadi basis pembangunan peradaban Banten, di sisi lain pada kalimat penutup Babad Banten ada kitabku sufi yang nature (kemestian alamiah bagi manusia yang merenungi mikrokosmos dan makrokosmos kediriannya) dan awor peradaban yang merupakan kreasi manusia. Kultur tentu beranjak dari alam sehingga awor peradaban pun beranjak dari kitabku sufi.

Pembedaan masa lalu-masa depan dan alamiah kultur (atau tradisi kebaruan) menjadi tema dari sejumlah puisi 14 penyair Banten dalam “Antologi Puisi Sembunyi Sampai Mati”. Bisa jadi hal ini disebabkan oleh tabiat dasar suatu puisi seperti dikemukakan Rimbaud “puisi adalah peramal yang menemukan kunci ke arah perayaan-perayaan masa lampau”. Puisi kerap muncul sebagai kreasi yang mempertanyakan atau menyajikan makna, sesuatu di sebalik yang nyata (yang kini). Pencarian makna dilakukan ketika situasi kini terasa asing, bukan lagi sebagai rumah bagi penghuninya, dan serentak keterasingan itu menyeret penyair pada nostalgia terhadap masa lalu. Puisi menyajikan kunci bagi perayaan masa lalu dan karenanya pembedaan dengan masa kini atau masa depan kerap ditemukan di dalamnya.

Kembali pada fenomena waktu dalam bait akhir Babad Banten, bait tersebut menggelar peta waktu yang cukup unik. Ada mula, proses kejayaan, akhir sementara, masa tanpa peradaban (atau peradaban lain), dan masa depan yang menuliskan sambungan hikayat peradaban mula. Masa kini adalah masa tanpa peradaban, kecuali jika disertai pengungkapan kandaga. Pola waktu semacam ini lazim dimiliki oleh banyak masyarakat tradisi yang biasanya dikaitkan dengan munculnya Ratu Adil sebagai pembangkit kejayaan di masa depan. Penganggapan masa kini sebagai masa tanpa peradaban menghasilkan sikap takiyah (sembunyi sementara untuk menyusun kekuatan) sekaligus juga sejumlah kritik terhadap situasi masa kini.

Masa kini dianggap maya karena yang nyata adalah masa mula dan masa depan yang dijanjikan. Gambaran waktu semisal ini dapat ditemukan pada puisi Toto S.T. Radik “Aku Datang dari Masa Depan” (SST Tasikmalaya, 2000). Puisi yang ditulis dalam lima bagian ini menyajikan pola waktu yang cukup rumit. Aku datang dari masa depan/ menembus gelap rahim seorang ratu//di rabu subuh bulan juni/ tahun 1965 yang tegang, inilah bait-bait awal pada bagian pertama puisi Toto S.T. Radik. Pada bait akhir bagian ini dituliskan banten yang lena/nagari yang lelah/ rasa sakitmu kelak, pangeran. Bagian kedua menceritakan si aku telah beranjak dewasa, berada di atas kerbau dan di tengah sawah (situasi culture). Si aku bertemu dengan lelaki berjubah hijau yang disebut molana, lelaki itu memberikan tuah masa lalu (menyentuh keningku: kesejukan yang kekal// tetapi ia tidak berkata apa-apa/tetapi di tanganku kini/ sebilah keris, wangi). Bagian ketiga tanpa penunjuk waktu berisi kritik terhadap masa kini (dan kemarau sejarah/ yang abai namanama Tuhan). Bagian keempat kembali menyajikan kritik atas situasi tanpa kejelasan penunjuk waktu– yang disertai ramalan masa depan (banten yang ujur/nagari yang lantak/ nyanyi pedihmu, kelak). Sementara pada bagian terakhir, terdapat bait sudah waktu: membuka kandaga/ menyusun aksara/ mengolah tembang/ kerajaanku yang akan datang.

Kutipan-kutipan puisi Toto S.T. Radik (editor antologi ini) tersebut menyajikan pencandraan waktu yang memayakan masa kini. Yang nyata adalah masa lalu (kelahiran, kedatangan molana, keris, wewangian) dan optimisme masa datang. Pada puisi-puisi di antologi “Sembunyi Sampai Mati”, realitas kekinian tidak secara utuh dimayakan. Realitas tetap diakui walaupun dengan kepiluan, masa lalu justru digambarkan lelah berjalan dan mencari tempat untuk sembunyi.

Terlepas dari semua itu, kehadiran antologi puisi ini memberikan khazanah baru bagi jagad perpuisian Indonesia. Serang yang tidak seproduktif Tasikmalaya dalam menciptakan penyair, akhirnya memunculkan sejumlah penyair muda dengan gaya penulisan yang sederhana, lugas, tanpa pretensi, sambil tetap menyajikan kekhasan cara pandang.***

(Pikiran Rakyat, Kamis, 09 Oktober 2003)

Blacklist Buat Anggota Dewan

11 Agu

“Zink, saya mau ngomong sama kamu!” begitu kalimat yang dilontarkan salah seorang anggota dewan, dua hari lalu.
Aku diajak olehnya ke sebuah bangku panjang di sudut rumah makan sederhana yang ada di sudut Kota Serang.
“Saya ingin tanya tentang sikap kamu kepada saya selama ini. Saya merasakan ada sesuatu yang aneh tentang kamu pada saya,” anggota dewan itu kembali membuka percakapan.
“Apanya yang aneh?” tanyaku.
“Kenapa kamu sekarang nggak pernah minta komentar kepada saya. Apakah ada yang salah dengan saya.”
Ups! ternyata hal itu yang ingin dia bicarakan. Memang selama hampir 8 bulan ini saya sudah memasukkan anggota dewan yang satu ini pada daftar ‘black list’. Saya tak pernah lagi meminta tanggapan atau komentarnya.
Tentu saja aku punya alasan kenapa saya enggan lagi meminta komentarnya.
“Apakah kamu curiga komentar saya sarat kepentingan. Kepentingan saya hanya ingin publik tahu tanggapan saya atas setiap permasalahan yang terjadi di daerah. Saya tak ingin popularitas.”
Ya… kepentingan itu salah satu yang aku curigai sehingga saya memilih enggan untuk meminta komentarnya. Saya pernah mendapat telepon dari seorang pengusaha yang dimintai uang oleh anggota dewan ini setelah dirinya berkomentar tentang masalah dugaan pencemaran limbah yang dilakukan si pengusaha.
Saya merasa diperalat oleh anggota dewan ini. Komentar-komentarnya di media ternyata dimanfaatkan untuk meminta uang. Huhhhh!!!
Alasan lainnya adalah kebijakannya yang melarang anggota komisi yang dipimpinnya untuk memberikan statemen kepada media. Bagiku kebijakan dia sudah keterlaluan. Masak anggota dewan lainnya tak boleh memberi komentar ke media selain dirinya. Huh, dipikirnya media hanya punya dirinya!
Masih banyak alasan yang sebagian saya utarakan kepadanya. Aku tak sendirian tentang ini. teman-teman wartawan lainnya juga ada yang ngambil sikap seperti saya. Beberapa teman wartawan bahkan banyak yang mengatakan agar anggota dewan yang satu ini ‘harus diberi pelajaran agar tak selalu sesumbar di media massa’.
“Terus kelanjutannya gimana?” tanyanya di penghujung percakapan.
“Saya tak bisa ambil sikap cepat. Bisa saja saya besok berubah meminta komentar dari bapak, bulan depan, tahun depan, atau tidak sama sekali,” sahutku.
Ya, aku tak tahu sampai kapan sikapku ini akan bertahan. Tapi di hati ini muncul, anggota dewan itu jangan lagi diberi tempat. Apakah Anda setuju?

BEGITULAH

11 Agu

begitulah laut itu memuntahkan segala luka
yang dikandungnya
begitulah badai itu menyapu segala duka
yang berserakan di sana

sebegitu cepat Ia memberikan alamat

dan kita tersentak. lantak. bertekuk. rukuk

Serang, 6 Januari 2005

IJINKAN

11 Agu

ijinkan aku melukiskan hujan di wajahmu
dengan ranting atau desah angin

ijinkan aku menyapu kabut di wajahmu
dengan bunga atau tawa

ijinkan aku mencintaimu
tanpa apa pun

Serang, 16 Desember 2004

SEPERTINYA

11 Agu

Sepertinya hari ini
kita tak akan lagi
menghitung berapa banyak burung yang datang

Daun-daun telah berguguran
Dahan-dahan makin kerontang
Tak lagi kita cium aroma segar
dari kehijauan