Arsip | September, 2008

Mengerjakan PR dari Pak Guru

24 Sep

Beberapa hari lalu saya mendapatkan pe er dari Pak Guru Sawali. Sebetulnya menjelang lebaran ini saya lagi males buat posting, apalagi untuk mengerjakan pe er (di sini sudah libur sekolah Pak Guru). Untungnya Pak Guru sangat baik hati tak memberikan batas waktu buat saya untuk membalas tugas ini. Sehingga saya bisa santai saja dalam mengerjakannya.

  Dan pada hari ini saya baru berkesempatan untuk mengerjakan pe er ini. Pengerjaan pe er ini dengan beberapa pertimbangan, yakni menuruti perintah Pak Guru (konon mengabdi pada guru sama dengan mengabdi pada orangtua), jam deadline masih lama, dan komputer kantor lagi mlompong… hahaha..

Tugas dari Pak Guru sebenarnya sederhana. Saya diminta untuk menjelaskan lima hal yang disukai, lima hal yang tak disukai, serta melemparkan kembali tugas ini kepada 10 blogger lainnya. 

Lima Hal Yang Aku Sukai

1. Pulang Kerja

Hal yang paling saya sukai adalah saat pulang kerja, karea saya terbebas dengan beban kerja yang sangat menjemukan. Apalagi saat pulang ke rumah anak belum tidur sehingga masih berkesempatan becanda.

2. Membaca

Sehari nggak baca kayaknya kurang afdhol buat saya. Pagi-pagi minimal harus baca 5 macem koran, karena untuk bahan proyeksi. Malam sebelum tidur juga minimal baca dua halaman buku untuk mengantarkan saya agar lekas tidur.

3. Menulis

Menulis bukan saja menjadi kesukaan tapi bagi saya sudah menjadi modal penghidupan.

4. Malam Hari

Saya paling suka dengan suasana malam, karena terasa lebih tenang dan santai.

5. Rabeg dan Sate Bebek

Dua jenis makanan khas daerah Banten ini merupakan dua jenis makanan yang paling saya sukai, karena rasanya yang guru dan maknyos.

 

Lima Hal Yang Kubenci

1. KERAMAIAN

Saya paling nggak suka dengan suasana ramai, macam di pasar, konser, dsb. Sepulang dari keramaian, dipastikan saya akan sakit kepala hingga harus minum obat dan tidur!

2. Potong Rambut

Sejak masih duduk di SD sampe sekarang saya paling malas datang ke salon, tukang cukur, pemangkas rambut, dsb. Saya inget betul sepanjang hidup saya hanya lima kali datang ke tempat pangkas rambut resmi, yakni saat hendak sunat, mau OSPEK kuliah, mau kuliah, mau lamaran nikah, dan bareng cukuran dengan anak.

Selebihnya saya memasrahkan rambut saya dipotong guru (dulu istilahnya dicoak) karena sebel liat muridnya gondrong, dipotong ortu saat lagi tidur.

3. Tak Disiplin Waktu

Saya paling bete dengan orang yang gak disiplin dengan waktu, karena itu membuat saya suka mangkel menunggu!

4. Sarapan

Saya paling males jika disuruh makan antara pukul 06.00-08.00, karena biasanya saya akan muntah. pada jam segitu saya hanya memilih air putih atau teh manis dengan rokok.

5. Diajak Belanja

Saya paling males diajak keliling mal, supermarket untuk berbelanja. Apalagi jika dengan proses tawar menawar dan memilih barang yang memakan waktu lama.

 

Setelah mengungkapkan 5 aib saya tersebut, maka izinkan saya melempar tag ini kepada 10 bloger lainnya. Saya mohon maaf kepada para kawan yang tersebut dalam daftar pewaris tugas ini, karena akan direpoti tugas. Tapi saya tegaskan, tugas ini hukumnya tak wajib. Jadi kalo memang tak mau mengerjakannya, ya abaikan saja. Saya juga mohon maaf kepada para rekan yang tak disebut dalam daftar, bukan berarti karena saya tak percaya anda akan sanggup mengerjakannya. Ini karea lebih aturannya yang membolehkan saya melemparnya kepada 10 blogger. Inilah nama pewaris tag dari saya :

  1. AngelNdutz
  2. achoey sang khilaf
  3.  wi3nd
  4. yessymuchtar
  5. langitjiwa
  6. Donny Verdian
  7. suhadinet
  8. Rindu
  9. aRuL
  10. kucingkeren

      

 

 

Hujan

21 Sep

selepas senja

hujan tak juga mereda

angin semakin membadai

menampari jiwamu yang sunyi

“apakah air mata bisa menjadi permata”

 

di matamu

kulihat hujan menganak sungai

mengantar matahari menutup pintu jendela

“jejak di tanah belum juga punah”

 

Banten, 2008

Syaikhon Oh Syaikhon

18 Sep

Dalam tiga hari ini saya ‘menikmati’ peristiwa zakat maut di Pasauran, baik melalui televisi, internet, maupun koran. Bahkan temen-temen blog juga banyak yang menuliskannya, mulai dari yang nampilin poto2-nya, mempertanyakan wartawan peliput kejadian itu, bahkan hingga menghubungkannya dengan kegagalan SBY.

Apa pun beritanya, saya sungguh-sungguh menikmatinya. Makanya saya ingin berterima kasih kepada Syaikhon, sang penggagas acara pembagian zakat yang spektakuler bikin geger itu. Koq bisa terima kasihnya kepada Syaikhon, padahal dia kan yang menjadi ‘pencetus’ tragedi maut itu. Saya hendak berterima kasih kepada karena telah ‘mencipta’ peristiwa itu, sehingga saya mendapatkan banyak pelajaran seperti:

1. Peristiwa itu telah memberikan hikmah, bahwa niat baik seharusnya dilakukan dengan baik pula. Sehingga tak menimbulkan musibah.

2. Peristiwa itu memberi gambaran bahwa masih banyak warga miskin yang rela mengorbankan nyawanya demi mendapatkan duit. Mereka rela berdesak-desakan, untuk mendapatkan uang.

3. Peristiwa itu menjadi pelajaran bahwa lembaga amil zakat belum sepenuhnya dipercaya masyarakat, sehingga masih ada orang-orang kaya yang tetap membagikan zakatnya dengan cara show.

4. Syaikhon lebih konkret dalam membantu mengurangi warga miskin. Dalam sekejap 21 warga miskin di Pasauran berkurang…. (tapi ini jangan ditiru).

5.

 

Pagina Kosong (Salute To Sutardji)

16 Sep

Ramadhan : Bulan Penuh Razia

14 Sep

Sepanjang puasa ini, aku banyak dicekoki oleh aktvitas yang membosankan yakni RAZIA di mana-mana. Saking banyaknya razia, maka saya kadang becanda dengan teman-teman bahwa Ramadhan buka saja bulan yang penuh berkah tapi juga bulan penuh razia. Razia ini sudah berlangsung sejak awal-awal puasa. Di Banten misalnya, Rumah makan disatroni anggota Satpol PP dan menangkap dua PNS yang sedang asyik santap siang. Tak hanya rumah makan, polisi juga ikutan merazia pedagang petasan (walaupun kembang api juga ikut diamankan). Untuk menjaga ketertiban, PKL juga ikut dirazia. Bahkan sebuah papan iklan untuk memperpanjang alat vital juga ikut diturunkan. Pedagang kaki lima (PKL) juga harus was-was hampir setiap hari petugas tampak siaga merazia, apalagi yang jual VCD porno!

Petugas dinas kesehatan (Dinkes) merazia mall untuk memastikan parcel atau produk yang dijual tak kedaluwarsa. Dinas Pertanian dan Peternakan ikutan razia pasar untuk memastikan daging yang dijual bukan daging glonggongan atau ayam tiren. Dinas Perindustrian juga makin rajin datang ke pasar untuk memastikan harga stabil.

Polres juga ikut merazia sejumlah penari erotis dari beberapa tempat hiburan malam. Warung penjual miras juga ikut kena razia. Para penjudi juga nggak berkutik, tempatnya bermain judi banyak yang digerebek polisi saat puasa.

Razia ini tak hanya dilakukan oleh aparat berwenang. Organisasi massa juga ikutan melakukan sweeping rumah makan yang buka pada siang hari pada bulan Ramadhan dan tempat hiburan malam. Semua berbondong-bondong untuk melakukan razia!

Satu sisi, banyaknya razia itu perlu mendapat respon positif. Aparat keamanan ternyata cukup tegas dalam memberantas penyakit masyarakat. Namun pertanyaannya, mengapa razia itu hanya gencar dilakukan pada saat Ramadhan. Apakah razia semacam ini semacam rutinitas untuk menunjukan bahwa Ramadhan adalah bulan suci, sementara 11 bulan lainnya adalah bulan biasa. Sehingga penyakit mayarakat masih ditolerir.

Sangat disayangkan kalo razia ini hanya gencar dilakukan saat puasa, sementara pada 11 bulan lainnya nyaris tak tersentuh…. maka kepada aparat keamanan… rajin-rajinlah merazia yang memang patut dirazia tak hanya pada saat puasa! (*)

Di Balik ‘bulan sealis di matamu’

12 Sep

Sebenarnya sore ini aku lagi males buat ngepost. Niatnya cuma mau blogwalking sambil balesin komment. Tapi setelah liat komment di haiku berjudul ‘Awal Puasa’ yang kupost beberapa waktu lalu, aku jadi pengen nulis terutama buat nanggapi banyaknya komentar yang ‘nggak ngeh’, ‘nggak ngerti’, ‘nggak mudheng’ dengan haiku yang berisi sebaris kalimat berbunyi ‘bulan sealis di matamu’ itu.

Tentu saja, tulisan ini tak bermaksud mengajak pembaca untuk memahami apa yang aku tuliskan. Ketika karya itu sudah aku lahirkan, maka aku memberikan kebebasan kepada pembaca untuk mengapresiasinya. Bagiku ketidakmengertian pembaca akan karya yang aku lahirkan juga sebuah apresiasi. Aku tak punya hak untuk memonopoli pemahaman apresiator. Makanya tak aneh kemudian ada komentar dari Mas Daniel Mahendra yang dalam komentanya ingat dengan Penyair Besar (Maksudnya Sitor Situmorang yang menulis puisi berjudul Malam Lebaran dengan sebaris kalimat ‘bulan di atas kuburan’). Atau tafsir Wi3nd yang menganggap puisi ini sebuah harapan saya tentang puasa. Semua tafsir itu sah saja. Termasuk bagi yang punya tafsir nggak ngarti tadi.

Lha postingan ini terus untuk apa? Postingan ini hanya untuk menceritakan bagaimana haiku itu terlahirkan. Begini kisahnya (pake gaya pendongeng):

Pada malam awal puasa sepulang kerja, aku tiduran di bale-bale bambu depan rumah sambil ngisep rokok. Ngehayal sambli istirahat. Saat itulah, Kafka, anak semata wayangku yang baru berumur 2 tahun 3 bulan ngajak maen. Anakku ini seneng kalo maen di luar rumah pada malam hari. Apalagi kalao denger pesawat lewat. Dia suka nyeletuk, “Pilotnya koq nggak bobo.”

Bermain di luar rumah juga memberikan aku kesempatan kepada Kafka untuk memperkenalkan benda semesta, seperti bulan, bintang, awan, dsb. Kafka suka dengan bulan. Dianggapnya bulan adalah rumahnya pilot. 😀

Pada saat maen dengan Kafka itu, tiba-tiba aku melihat sebuah bintang jatuh. Aku langsung teriak, agar Kafka juga melihatnya. Namun saat nengok, bintang jatuh sudah tak terlihat. Kafka malah melihat ke atas, ke bulan tanggal pertama ramadhan. “Pa, bulannya koq kecil”.

Pada awal puasa, tentu saja bulan sangat kecil (bulan sabit). Aku juga ikut memerhatikan bulan yang dikomentari kafka. Aku melihat bulan sabit pada saat itu sangat indah. Bulan sabit itu lalu aku banding-bandingkan bentuknya dengan alis. Aha… akhirnya aku mendapatkan sebuah diksi ‘bulan sealis di matamu’. Bulan yang mengagumkan di mata anakku Kafka.

Selama beberapa hari, kalimat itu mengendap dalam otakku. Aku juga sering menggumamkannya saat menaiki motor. Aku sudah bertekad kalo kalimat itu harus menjadi sebuah puisi. Namun apa daya, setelah berulangkali memeras otak, aku tak juga menemukan kalimat untuk melanjutkannya. Aku hanya mampu menuliskan sebaris kalimat itu.

Begitulah proses lahirnya ‘Awal Puasa’….. (qizink)

Lailatul Qodr

11 Sep

Lailatul Qodr

Inilah malam yang Tuhan janjikan
Lebih bermakna seribu bulan

bulir-bulir putih, memilih insan putih hati. Yang
mengerti langkah tak sepanjang sajadah.

Di langit,
kerlip bintang berganti riang
iringi Jibril turun ke bumi.

Angin basa enggan berhembus
Mengheningkan malam hening
hingga fajar tiba

Anyer, 07 Des 01

 

Tulisan di atas adalah karya lawas tahun 2001 yang mengendap di tumpukan buku catatan. Naskah itu kemudian aku kirimkan ke Annida menjelang penghujung 2004 dan baru bisa nongol di Annida pada Januari 2005.

Awal Puasa

8 Sep

 

bulan sealis di matamu

 

 

Banten, 2008

Selamat Idul Fitri 1429 H

2 Sep

Pada awal puasa kemaren, aku ikutan puasa ngeblog. Seharian aku cuma di rumah, maen sama kafka sambil namatin buku ‘A to Z Perfilman Indonesia’ karya Ekky Malaky. Saat blogwalking, ternyata banyak sekali teman-teman yang ngepost tentang puasa, seperti tentang ‘prakiraan cuaca’ bulan puasa versi Arul, tentang  si Ammar yang suasana berpuasanya berbeda lantaran sudah tak ada bunda.  Bahkan hingga refleksi Ramadhan dari pak guru Sawali , atau ucapan marhaban Ramadhan gaya bunda Menik.   Namun sayangnya, saya tak menemukan puisi tentang puasa di rumah langitjiwa, yang kutemukan hanya doa ayah.

Beragam tulisan tentang puasa itu menguatkan saya, bahwa sekarang ternyata sudah memasuki puasa. Dan ini sebagai pertanda SEBULAN LAGI LEBARAN. Maka dengan ini secara tulus saya mengucapkan :

 

 

“SELAMAT IDUL FITRI 1429,

MOHON MAAF LAHIR BATIN”