KAIBON
di bawah gerbang bentar
tubuh ibu bergetar
telah lama ia menghamba
menyaksi remah sejarah dimakan usia
batu-batu berserakan
menunggu purnama musim penghujan
sejengkal kaki berjalan
tiang padurasa menghadang
tak ada lagi jendela istana
tempat ibu memandang liuk cibanten
air sungai membaja
jembatan rante tak lagi guna
tak ada perahu
dari negeri jauh melempar sauh
air mata ibu
menjadi batu di kaibon
Banten, Juli 2007-Januari 2009
WATU GILANG
tak ada lagi sultan
dinobatkan di atas watu gilang
hanya ada bocah bertelanjang dada
berebut bola di lapang terbuka
kakinya berdarah
tertusuk duri sejarah
puing pakuwon di sisi kanan
adalah saksi kuasa amarah
Banten, 2007-2008
NASI AKING
sepiring nasi aking
kita makan bersama
di tepi puing istana
itu siapa
lelaki bersorban serupa sultan
burung-burung kenari
yang telah mencatatkan duka pada helai sejarah
mengejar angin tak sampai dermaga
itu siapa
lelaki bertahta serupa maulana
Banten, April 2007
ISTANA
di depan gerbang istana yang tak lagi utuh
aku bersapa ibunda sultan
tersenyum dari puncak menara
pada tumpukan batu berlumut
aku masih mencium darah sultan
mengaliri kolam-kolam pemandian
permaisuri mencucurkan duka
hingga keruh airmatanya
dan setelah istana ini runtuh
siapa yang hendak menjadi sultan
kembali.
Banten, 2009
MAULANA
lelaki yang kau sebut maulana
membatu di dermaga renta
jubahnya menciumi bangkai perahu
pesta istana telah ditutup badai samudera
di meja-meja makan
pangeran terlelap kenyang
maulana, apa yang kau sisa untuk kami
Juni 2007
LIDAH API
aku telah mendayung sampan
sampai berpeluh harapan
tapi tak terdengar
ada kepak camar
ikan-ikan telah mati
dikutuki lidah api
awas amuk badai
oh dahaga semesta
di mana sampan akan dilabuhkan
Banten, 2007
mas, dari keseluruhan puisi di atas, saya menangkap keperihan. jejak yang ditinggal oleh kesultanan banten dan hal berkaitan dg kerajaan tsb seolah teronggok sepi. ah, sejarah masa lalu yang agung, mengapa menghilang dalam kerjapan masa?
ulan [mengucapkan] selamat menempuh tahun baru, minal aidin wal faidzin
niru komennya zulmasri.. iya..kok gak ada ceria..sungai yg membaja…dahaga semesta.. ah
Apa itu Kaibon Mas?
nice poem….salah satu ttg kota di negeri tercinta ini…
Mas, komen Samoeyan saya jadikan tulisan, Menulis Sesk(i). Silakan dihas baik di http://www.webersis.com
kaibon apa ya pak…
hahaha
aku aja kaget.
Tiba-tiba ada wajah bang Saut di komenku.
**
salam buat Kafka.
asli, bagus sajaknya gan
Waah,,, orang banten juga toh… 🙂
Klo geto salam kenal yach…
Sajaknya menyentuh mas…
Good… 😉
Salam
Hmm..banten yang lara ditinggalkan sejarah yang gemilang, kini semua hanya tinggal puing tersisa, korban peradaban. hiks..
kejayaan bangsa ini sekarang sudah banyak yang berubah jadi kepedihan mas…
banten…
ahh, saya pernah kesana hampir setaon yang lalu… ketika semuanya bermula…
T_T
Terima kasih udah neduh di gubuk saya…
Salam kenal dan tetep semanagt..
bang,
salah satu judul abang blue pinjam
maaf salam hangat selalu
widih… kok bisa air sungai membaca… keras donk.. he..he…
hihihihi penasaran jadinya ama banten